|
Latar Belakang Sejarah Desa
Sejarah
terbentuknya Desa Leuwigede sampai saat ini masih sangat perlu diteliti dan
dikaji kembali akan keabsahannya, sehubungan dengan banyaknya versi cerita
yang berbeda. Tetapi benang merah yang
dapat diambil dari cerita legenda terbentuknya Desa Leuwigede adalah
bersepakat bahwa Kuwu Desa Leuwigede yang pertama adalah Ki Darpa dengan
kurang lebih ceritanya sebagai berikut :
Sahdan di jaman
dahulu kala di sebuah Kerajaan Negeri Sumedang Larang. Sang Raja
memerintahkan seorang Ajudan yang
bernama Ki Darpa untuk melihat sebuah wilayahya yang berada di ujung Timur
Laut di daerah Taman Sari yang sekarang berada di Kecamatan Lelea sekaligus
membuatnya menjadi sebuah pedukuhan. Konon Lelea jaman dulu kala adalah masih
berada di dalam wilayah teritorial Kerajaan Sumedang Larang sampai dengan
Desa Kasmaran. Sang Raja hanya memberikan sebuah ciri di sana ada sebuah Leuwi (Balong/Danau) yang besar dimana
airnya berwarna hijau.
Akhirnya
berangkatlah Ki Darpa ditemani oleh seorang Saudaranya dengan menyusuri
Sungai Cimanuk. Dikisahkan dengan kesaktian kedua Kakak beradik ini berangkat
menyusuri Sungai Cimanuk dengan cara Ki Darpa menunggangi Bareng (Gong Kecil) sedangkan
Saudaranya menunggangi Gong.
Setelah melalui
sekian banyak rintangan dalam penyusuran termasuk menemukan sekian banyak Leuwi sepanjang perjalanannya akhirnya
Sang Adik berhenti di sebuah daerang bernama Bangkaloa sahdan Beliau menjadi
Ki Gede disana. Sedangkan Ki Darpa meneruskan penyusurannya sampai menemukan
sebuah Leuwi dengan airnya yang
bewarna hijau di daerah Ujung Pendok Jaya. Tetapi karena Ki Darpa merasa Leuwi ini tidaklah terlalu besar
seperti petunjuk Sang Raja maka Beliau meneruskan kembali penelusurannya
menyusuri Sungai Cimanuk, dan tidaklah berapa lama Ki Darpa menemukan sebuah Leuwi yang cukup besar yang menjadi
pusaran air Dari sebuah tikungan Sungai Cimanuk yang sekarang dikenal
masyarakat setempat sebagai Balong Bugel. Akhirnya Ki Darpa berkeyakinan
bahwa Leuwi inilah yang Ia cari
seperti petunjuk yang telah di berikan oleh Baginda Raja Sumedang Larang.
Kemudian Ki Darpa dengan kesaktiannya menggunakan alat seadanya akhirnya
membuat sebuah Pedukuhan dengan mengambil lokasi di sebelah Barat Leuwi tersebut.
Konon di sebelah
Timur Leuwi tersebut juga
sebenarnya telah berpenghuni yaitu sekelompok Santri dari Negeri Bagelen yang
berjumlah 9 (sembilan) orang dan telah membuat pedukuhan disana, yang kini
diyakini menjadi Buyut Bojong Jati. Lama kelamaan pedukuhan yang dibuat Ki
Darpa ini menjadi kian ramai di datangi para pendatang dan akhirnya ikut
berdiam di Pedukuhan tersebut dikarenakan daerahnya yang subur, makmur,
gemah, ripah, lohjinawi karena sumber airnya yang mudah dari Leuwi tersebut. Akan tetapi tetap saja
Pedukuhan ini belumlah memiliki sebuah nama.
Akhirnya keramaian
pedukuhan ini terdengan sampai di telinga Adipati Dermayu. Sang Adipati
akhirnya memerintahkan beberapa Punggawa untuk memeriksa daerah pedukuhan
tersebut sekaligus menata secara administratif dengan memberikan nama
pedukuhan sekaligus memilih seorang Pimpinan untuk menjadi Kuwu disana.
Dengan bertanya kesana kemari akhirnya sampailah juga Para Punggawa tersebut
di sebelah Timur dari Leuwi karena
kebetulan Kadipaten Dermayu berada di sebelah Timur aliran Sungai Cimanuk. Di
sana Para Punggawa bertemu dengan sembilan orang Santri dari Bagelen. Setelah
mengutarakan maksud kedatangan Para Punggawa Kadipaten Dermayu tersebut
akhirnya Pimpinan Punggawa meminta agar salah satu dari sembilan santri
tersebut berkenan manjadi Pimpinan di Pedukuhan tersebut. Tetapi Para Santri
tersebut tidak ada yang mau untuk menjadi Pemimpin yang tentunya menyulitkan
Para Punggawa untuk mengambil keputusan. Akhirnya Pemimpin dari Punggawa
bertanya kepa Sembilan Santri, “adakah selain kalian semua yang tinggal di
daerah ini?”. Salah serang Santri menjawab, “di sebelah Barat dari Leuwi ini masih ada sekelompok orang
yang tinggal di sana”.
Maka setelah
berpamitan menyeberanglah Para Punggawa tersebut ke sebelah Barat Leuwi. Dan benar disana telah tinggal
sekelompok orang, akhirnya para Punggawa kembali menyampaikan maksud
kedatangan meraka kepada sekelompok orang yang telah berdiam disana tersebut.
Sebagai orang pertama yang tinggal di daerah tersebut akhirnya Ki Darpa menceritakan
dari awal hingga akhir tentang sejarah sehingga ia tinggal di daerah
tersebut. Atas dasar cerita dari Ki Darpa para Punggawa sangat maklum dan
menunjukan daerah sebenarnya bahwa Leuwi
yang Ki Darpa maksudkan adalah bukan Leuwi
ini tetapi Leuwi yang berada di
daerah Taman Sari Lelea. Tetapi karena KI Darpa sudah terlanjur betah ia
memohon agar tetap diijinkan untuk tetap tinggal di tempat yang Ia diami
sekarang dan Ia tidak akan kembali ke Negeri Sumedang Larang. Dan akhirnya
Para Punggawa mengijinkan Ki Darpa untuk tetap tinggal di situ. Selanjutnya
atas kemufakatan para warga yang lain juga akhirnya Pemimpin Punggawa itu
memutuskan mengangkat Ki Darpa menjadi Pemimpin (Kuwu) pertama di daerah tersebut. Terinspirasi dari cerita Ki
Darpa bahwa Ia diperintahkan Raja Sumedang Larang untuk mencari daerah dengan
Leuwi yang besar maka akhirnya
Pedukuhan tersebut diberi nama Leuwigede, Leuwi
= Balong/Danau dan Gede = Besar.
Jadi Leuwigede adalah daerah dengan danaunya yang besar dimana Danau/Balong
tersebut sekarang diberi nama Balong/Danau Bugel. Wallahu a’lam bi sawwab...masih perlu kita gali dan kaji
keabsahan sejarah ini.
Urutan Kuwu Desa Leuwigede Dari keterangan
salah seorang Tokoh Sepuh Desa Leuwigede menyatakan urutan Kuwu di Desa
Leuwigede adalah sebagai berikut: 1.
Ki Darpa dan Buyut Martiah ( ± Tahun 1860 ) 2.
Ki Nimah ( ± Tahun 1885 ) 3.
Ki Argim ( ± Tahun 1909 ) 4.
Kuwu Warta (
Tahun 1933 – 1939 ) 5.
Kuwu Saleh 2 Periode ( Tahun 1939 – 1945 ) 6.
Kuwu Tiwang (
Tahun 1945 – 1948 ) 7.
Kuwu Nurkasan ( Tahun 1948 – 1951 ) 8.
Kuwu Kastam (
Tahun 1951 – 1967 ) 9.
Kuwu Sukarwan ( Tahun 1967 – 1983 ) 10. Kuwu Raban (
Tahun 1983 – 1986 ) 11. Kuwu Duloh 2
Periode ( Tahun 1986 – 2002 ) 12. Kuwu Kasduri ( Tahun 2002 – 2012 ) 13. Kuwu Suroto (
Tahun 2012 – 2018 ) 14. Kuwu Evi Fatmawati ( Tahun 2018 – sekarang )
|
“ RUKUN GUYUB BANGUN DESA “
VISI KERJA :
“ L E A D E R “
PEMIMPIN
Lincah
Ekonomis
Agamis
Dedikatif
Efektif
Revolusiaoner | :
:
:
:
:
: | Responsif, gesit, dan cepat tanggap terhadap kebutuhan dan perubahan masyarakat desa serta mampu mengelola sumber daya secara efisien untuk mencapai tujuan pembangunan desa; Mengarahkan aktivitas, kebijakan, dan program yang bertujuan untuk menciptakan kemakmuran, peningkatan pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat desa melalui pengelolaan sumber daya alam dan manusia yang optimal, berkelanjutan, dan dapat dinikmati oleh seluruh warga desa; Menjadikan nilai-nilai agama sebagai pedoman utama dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan desa; Berkomitmen tinggi, pengabdian, dan tanggung jawab untuk melayani dan memajukan desa serta kesejahteraan masyarakatnya Mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sehingga tujuan yang telah direncanakan tercapai dengan baik, memberikan hasil yang optimal; dan Mampu melakukan perubahan mendasar, cepat, dan radikal yang membawa dampak besar pada tata kelola dan kesejahteraan masyarakat desa |
MISI KERJA :
Mendengarkan dan menanggapi langsung: Segera mengenali, menindaklanjuti, dan menyelesaikan kebutuhan serta permasalahan yang muncul di masyarakat desa.
Beradaptasi dengan cepat: Fleksibel dan proaktif dalam mengantisipasi serta merespons perubahan-perubahan, baik yang datang dari luar desa maupun internal desa.
Pengelolaan sumber daya yang optimal: Memanfaatkan sumber daya desa (alam, manusia, keuangan) secara tepat guna dan tidak boros untuk mencapai tujuan pembangunan.
Mencapai tujuan pembangunan desa: Mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi program-program yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat desa secara keseluruhan, seperti infrastruktur, ekonomi, dan pendidikan.
Pengambilan Keputusan Berbasis Agama: Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, setiap keputusan yang diambil harus mempertimbangkan nilai-nilai agama. Misalnya, dalam pengelolaan keuangan desa, transparansi dan akuntabilitas harus dijaga sesuai dengan prinsip kejujuran dalam agama.
Pembinaan Masyarakat Berbasis Agama: Pemerintah desa dapat mengadakan kegiatan pembinaan masyarakat yang berbasis agama, seperti pengajian, pelatihan akhlak, dan kegiatan keagamaan lainnya. Ini bertujuan untuk memperkuat iman dan akhlak masyarakat.
Pengembangan Desa yang Berkelanjutan: Menjadikan nilai-nilai agama sebagai pedoman juga berarti membangun desa yang berkelanjutan, tidak hanya secara ekonomi tetapi juga secara sosial dan lingkungan, sesuai dengan ajaran agama tentang menjaga alam dan hidup harmonis dengan sesama.
|
DATA POKOK DESA/KELURAHAN
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||